Minggu, 15 Desember 2013

tuangkan cerita lewat sahabat cerpen

cerpen belum ada judul

16 Januari 2013 pukul 11:28
Selasa sore.. 26 April 2012. Hujan turun begitu lembut membasahi setiap dedaunan yang dijumpai. Seorang pemuda berparas tampan dengan tatapan mata yang fokus tak ingin ketinggalan melihat tetesan demi tetesan air yang menetes dari permukaan daun. Ia duduk bersandar terhalang jendela kamar. Yang ia pandang hanya satu. Air itu.
Namun nampaknya di dalam tatapan itu ada sesuatu yang terjadi. Pikirannya tidak disana. Tidak di sehelai daun itu dan tidak juga di air yang menetes..
Dan tak lama kemudian 'clak..!!'
Air mata pun menetes jua membasahi sela-sela pipinya yang halus. Semakin lama tetesan itu pun berubah menjadi aliran. Ya, air mata kehampaan itu terurai dari seorang pemuda bernama Zaky.

    Pemuda yang terkenal supel dan ceria itu ternyata sedang memendam rasa sakit yang mendalam. Pintu kamar ia kunci rapat. Ditangan kanannya ia genggam handphone yang sesekali ia unlock dan lock lagi dan begitu seterusnya.
Di kesendiriannya itu rupanya ia tetap butuh sandaran. Ia ingin berbagi masalah ini tapi.. Tak tahu harus berbagi pada siapa.
    Sampai di puncak tangisannya itu ia kemudian kembali memegang handphone nya. Namun kali ini ia tidak hanya meng-unlock. Ia mencari sebuah nama di list name, lalu ia pun men-dial sebuah nama bertuliskan Rendi Soulmate.
Ia dekatkan hp itu ke telinganya sampai selang beberapa detik menunggu yang terdengar suara "The Number Your call....." klik'!
Zaky langsung mereject panggilannya karena tahu nomor sahabatnya itu sedang tidak aktif.
Zaky memukul-mukulkan hp nya ke kasur..
    "Kemana semuanya... Kemana..???" lirih Zaky.
    Zaky sangat kecewa. Bukan pada Rendi, melainkan ia kecewa dengan keadaannya yang sekarang. Kembali ia pun menangis terisak.

    “Ya Allah aku tahu.. Engkau menimpakan masalah ini padaku tentu bukan karena Kau benci. Melainkan bentuk kasih sayang-Mu agar kelak aku dewasa.. Asytagfirullahal’adzim...”
    Kalimat sederhana dari gurunya itu selalu terngiang dalam benaknya. Paling tidak dengan mengingat kalimat itu Zaky bisa lebih bersabar lagi meskipun pada kenyataannya cobaan itu begitu menguras fikiran dan tenaganya.
    Betapa tidak, seminggu yang lalu saat ia mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi idamannya ia begitu optimis akan diterima karena skill yang dimiliki Zaky sangat pas dengan jurusan yang ia pilih. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Pekerjaan yang tak mudah dilakukan oleh seorang guru biasa. Karena ia harus terampil di semua mata pelajaran dan ada sisi psikologis anak-anak yang sangat labil dan perlu kesabaran yang ekstra untuk menangani mereka.
    Tetapi dengan tantangan seperti itu Zaky memiliki banyak dukungan terutama dari sahabatnya yang juga mengikuti seleksi.
    “Zak!! Kamu tuh tenang.. udah bisa ngegambar, jago nyanyi, hobi olahraga, pandai bicara pula..panteslah kamu keterima di jurusan itu. Guru SD kan emang mesti multi talent. Kamu banget deh pokoknya!!” tutur Resti sahabatnya.
    “Iya Zak bener tuh apa kata Resti!” sahut Joni.
    “Eits.. ada yang lupa!! Aku juga bisa nari lho! Kok gak kesebut?? Hee..becanda-becanda!” Zaky menanggapi pernyataan sahabatnya itu dengan gaya humorisnya.
    “Res, Jon, aku tahu tentang kelebihanku. Kalau kalian menganggapku pantas maka aku bersyukur. Tapi kok nada kalian pesimis gitu? Bukankah kalian juga punya cita-cita yang sama denganku? Melahirkan anak-anak yang berkualitas? Menanamkan dasar kebaikan pada mereka? Ayolah..! Tentang skill! Aku juga punya banyak kekurangan. Dan kamu Res, kelebihanmu ada pada hatimu! Kau begitu menyukai anak-anak, kau piawai berkomunikasi dengan mereka. Itu modal awal kamu! Joni, seburuk apa prestasi kamu. Juara 2 pidato di Pesantren, Peraih penghargaan atlet terbaik cabang Olahraga Bulu tangkis tingkat kecamatan. Dan kamu sama seperti Resti, kamu juga aktif di karang taruna! Pengalaman mengorganisir tentu kalian punya. Dan itu semua adalah modal kalian!! Masih belum cukup??” Dengan nada bicara yang meninggi Zaky berusaha memotivasi mereka.
Zaky harap dengan apa yang dikatakannya tadi mampu menyadarkan mereka untuk tidak lagi mengerdilkan diri dengan potensi yang mereka miliki.
    “Iya sihh... tapi tetep za kan, kita gak kaya kamu yang 100% pasti lulus seleksi. Jujur Zak, aku takut. Sebenarnya menjadi guru SD adalah pilihan kedua setelah kemarin aku gagal masuk di Jurusan Psikologi. Kalo sekarang aku harus gagal lagi, aku belum punya pilihan yang lain. Aku takut kecewa lagi Zak! Sementara untuk menjadi guru SD itu perlu banyak keahlian. Kamu tahu itu!”
Mendengar penjelasan Resti, Zaky kemudian menghela nafas dan terdiam sesaat..

    “Res, ayo Res kamu pasti bisa!! Itu hanya ketakutan kamu saja. Gagal di seleksi pertama bukan berarti kamu kan gagal juga disini meskipun ini pilihan kedua kamu! Begitupun aku. Aku yang menurutmu lebih baik, belum tentu sebaik yang akan terjadi. Nasib bisa saja berubah bukan?”
Zaky melanjutkan.
    “Biarkan kegagalan yang kamu dapat menjadi cerminan agar di kesempatan yang lain kamu mampu hindari itu! Semangat Res! Sugestikan semuanya kan baik-baik saja.”
Kemudian Zaky mengambil dompet yang ada di dalam tas Resti.
    “Lihat Res, kamu liat ini kan?? Senyuman kedua orang tua kamu. Kamu mau melihat senyuman ini sirna? Kamu tega buat mereka sedih? Tentu tidak kan? Dan kamu harus tahu! Yang membuat mereka sedih sesungguhnya bukan karena kamu gagal! Bukan.”
    “Dengarkan aku baik-baik! Yang membuat mereka berdua sedih ialah saat kau bersedih. Karena gagal hanyalah resiko dari proses yang kamu lakukan. Selebihnya, itu tergantung sikap kamu.”
Zaky menambahkan.
    “Resti, Joni, mulai sekarang kalian gak boleh ngeluh lagi. Lihat orang lain. Banyak diantara teman kita yang bukan hanya gagal. Bahkan mereka tak diberikan kesempatan untuk merasakan kuliah seperti kita. Mestinya kita bersyukur. Iya kan??”
    “Iya Res, betul tuh apa kata Zaky!” sahutan Joni seolah membuat Resti terperanjat dari dalamnya nasehat Zaky. Sambil mengembalikan foto ke tangan Resti, Zaky mendorong bahu Joni.
    “Ahh kamu Jon, bisanya cuman ngomong betul betul mulu. Kayak upin ipin aja. Heee.”
Resti kemudian tersenyum. Mukanya agak memerah.
“nggg.. Zak, makasih ya atas nasehatnya. Apa yang kamu katakan tadi memang benar. Mulai detik ini aku gak akan ngeluh lagi. Karena mengeluh bukanlah solusi. Aku harus siap membuat kedua orangtuaku bahagia. Dan salah satu kebahagiaan mereka adalah melihat ku bahagia saat aku berhasil! Bukan begitu pak Zaky??” Tutur resti.
    “Gimana tuh Jon mau jawab gak??” Zaky melemparkan pernyataan itu pada Joni.
    “Hmmm.. sekarang apa yang dikatakan Resti tidak salah.” Joni yang asal itu pun menjawab pernyataan Resti dengan mengubah sedikit gaya bicaranya.
    “OK! Kalo gitu kedepannya kita bertekad untuk saling menyemangati satu sama lain, saling kasih support, dan kita ketemu di Universitas Pakuan sebagai mahasiswa disana!!”
    Zaky mengakhiri percakapan dengan membuat beberapa komitmen yang kemudian diamini oleh yang lainnya.
    Begitulah perbincangan ketiga sahabat  di depan koridor kelas IPA 2. Di saat ada diantara mereka melemah, maka tugas yang lainnyalah yang memberikan motivasi. Dan Zaky. Semenjak itu ia bertekad untuk membantu sahabat-sahabatnya agar lolos pada ujian seleksi mendatang.

Hari yang dinantipun tiba. Waktu seleksi tinggal beberapa jam lagi. Sesaat dia mengecek keperluan yang harus ia bawa.
“Kartu peserta...OK, kertas bukti pembayaran..OK, papan krani..OK, pulpen udah, buku catatan udah, hmm..apa lagi ya? Oh iya hampir lupa!! Ini dia..!!” Zaky mengambil jas hitam favoritnya lalu ia kenakan dengan rapi dan menuju ke arah ibunya yang kebetulan berada di dapur.
“Mah!! Aku berangkaaat.. Doain, hari ini Zaky ikut tes tulis sama interview di kampus Pakuan yang deket rumah bibi itu.”
“Oh iya Za!! Udah siap ya? Udah sarapan kan?”
“Yee.. Mamah lupa ya? Hari ini Zaky kan shaum. Katanya biar interviewnya berkah Maahh.. hee..” sahut Zaky dengan mantap sambil meraih tangan ibunya dan menciumnya.
“Oh iya iya.. Mamah lupa. Terus mau buka dirumah? Ataaau...??..”
“Kayaknya di rumah Rendi, Mah.. Zaky udah janji. Kemarin Senin kan Rendi yang bukber disini. Sekarang giliran Zaky di rumahnya..”
“Oh.. kalo gitu sampaikan salam sama Ibunya Rendi yaa.. Bilangin, Mamah minta maaf, soalnya anak Mamah yang satu ini suka malu-maluin..makan di rumah oraaang mulu..” sambil tersenyum sang ibu melanjutkan perkataannya.
“Hehe..becanda sayang..iya Za, gih berangkat sana. Nanti kesiangan. Jangan lupa bawa jas hujan. Sore biasanya hujan turun. Dan semoga berhasil. Jangan lupa juga berdoa dulu sama Allah. Minta dimudahkan” Tutur ibunya memberikan nasehat.
“Iya Mamahku yang bawel...hehe.. Kalo gitu Zaky berangkat dulu ya!! Assalamu’alaykum!”
“Waalaykumsalaam warahmatullah”
Zaky kemudian berjalan cepat ke halaman rumah yang disana sudah terlihat motor Vario biru kesayangannya.
“Sstrrreeeeeeetttttt......” Zaky menyalakan motor dan menaikinya dengan gagah. Sebelum melajukan motornya ia pun mengeluarkan handphone dari saku kirinya. Dan ia ketik SMS dengan cepat.
“Guys!! Hri ni mlik qta..Bdoalah n pcyalah qta bsa mlwtinya bsma. Bismillah!” Demikian isi pesan singkat yang dibuat Zaky untuk kedua sahabatnya, Resti dan Joni.



>>>>to be continued
 
www.setiawansandisijalu.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

src="https://sites.google.com/site/brojosblog/efek%20hujan%20salju.js"type="text/javascript">
Advertise
300x250
Here

Ads by sandi setiawan